Kepemimpinan Hindu Nusantara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kepemimpinan adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seorang pemimpin di dalam berkomunikasi dan menggerakan
anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati. Dari
pengertian ini ada tiga unsur dalam kepemimpinan yaitu (1) adanya kemampuan
seorang untuk mempengaruhi orang lain; (2) adanya proses komunikasi tertentu
dan 3) adanya tujuan-tujuan kelompok yang akan dicapai secara bersama-sama
Pemimpin adalah faktor penentu
dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi atau Negara. Baik dalam politik
pemerintahan, dunia pendidikan, Religi, sosial maupun dunia bisnis, dll.
Kualitas pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Sebab
pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, mampu mengantisifasi
perubahan yang tiba-tiba, dapat mengoreksi kelemahan dan ringkasnya pemimpin
mempunyai kesempatan paling banyak untuk merubah “batu menjadi permata” atau
sebaliknya merubah “istana menjadi abu” bila ia salah langkah atau tidak cakap.
Oleh karena itu pemimpin merupakan kunci sukses bagi keberhasilan organisasi
dalam mewujudkan visi dan misinya sehingga bisa mewujudkan Dharma
Sidhiartha.
Pada dasarnya atau
konsekwensinya hanya ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan
yakni sebagai pemimpin atau sebagai yang dipimpin, yang lazim disebut dengan
anggota. Sebagai anggota yang dipimpin kita harus memiliki loyalitas, patuh dan
taat pada perintah atasan sebagai pemimpin dan rela berkorban serta bekerja
keras untuk mendukung atasan dalam pencapaian tujuan, yang dalam ajaran agama
kita disebut “Satya Bela Bhakti Prabhu” Sedangkan sebagai pemimpin harus
mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk memimpin serta dapat diterima oleh
yang dipimpin ataupun atasannya. Kemampuan disini dalam arti mampu memimpin,
mampu mengorbankan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu,
tenaga, materi dan lain-lain serta dapat diterima dalam arti dapat dipercaya
oleh anggota.
Karena itu untuk menjadi seorang pemimpin, sudah seharusnyalah kita mampu untuk berbuat dan memiliki kriteria atau sifat-sifat seorang pemimpin seperti harus jujur, bersimpatik, ulet, bijaksana, pandai, cerdas, berwibawa, dan sebagainya. Apalagi menjadi pemimpin di Pulau Bali yang begitu banyak memiliki nilai-nilai yang adiluhung serta budaya yang diakui dunia internasional sehingga membutuhkan usaha yang ekstra bagi seorang pemimpin untuk mewujudkan Bali yang ajeg, berbudaya, santun, religius dan damai. Selain itu seorang pemimpin hendaknya memahami dan bisa mengamalkan ajaran “ASTA BRATA”. Asta berarti delapan dan Brata dimaksudkan sebagai sifat mulia dari alam semesta yang patut dan wajib dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin khususnya di Bali yang perlu dilindungi dari berbagai aspek.
Karena itu untuk menjadi seorang pemimpin, sudah seharusnyalah kita mampu untuk berbuat dan memiliki kriteria atau sifat-sifat seorang pemimpin seperti harus jujur, bersimpatik, ulet, bijaksana, pandai, cerdas, berwibawa, dan sebagainya. Apalagi menjadi pemimpin di Pulau Bali yang begitu banyak memiliki nilai-nilai yang adiluhung serta budaya yang diakui dunia internasional sehingga membutuhkan usaha yang ekstra bagi seorang pemimpin untuk mewujudkan Bali yang ajeg, berbudaya, santun, religius dan damai. Selain itu seorang pemimpin hendaknya memahami dan bisa mengamalkan ajaran “ASTA BRATA”. Asta berarti delapan dan Brata dimaksudkan sebagai sifat mulia dari alam semesta yang patut dan wajib dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin khususnya di Bali yang perlu dilindungi dari berbagai aspek.
Diatas pundak seorang pemimpin
terletak tanggung jawab yang berat. Ditangan pemimpin tergenggam nasib segenap
rakyat atau kelompok yang dipimpinnya. Nasehat Rama kepada Wibhisana dalam
Kekawin Ramayana (XXIV, 51-61) yang disebut Asta Brata merupakan cerita
pemimpin yang ideal. Asta Brata itu sesungguhnya ajaran dari Manawa
Dharmasastra VII.3-4 yang digubah dalam
bentuk yang indah sehingga menjadi populer di Indonesia. Adapun terjemahan isi
dari Astabrata dalam Kekawin Ramayana adalah:
“Dan ia disuruh untuk
menghormatinya, karena Ida Bhatara ada pada dirinya, delapan banyaknya
berkumpul pada diri sang Prabhu, itulah sebabnya ia amat kuasa tiada
bandingnya. Hyang Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Kuwera, Baruna, Agni,
demikian delapan jumlahnya, beliau-beliau itulah sebagai pribadi sang raja,
itulah sebabnya disebut Asta Brata”.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari pemimpin dan kepemimpinan
2.
Bagaimana kepemimpinan Hindu menurut kitab
nitisastra
3.
Bagaimana konsep-konsep kepemimpinan Hindu
4.
Bagaimana kepemimpinan menurut kitab manawa
Dharmasastra
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
2.1.1
Pengertian Pemimpin
Dalam
bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor,
pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun,
raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam
konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kemimpinan, dan
memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama "pimpin". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pmimpin menunuk pada seseorang yang di tugaskan memimpin (KBBI 684:1990. BP). Jadi, pemimpin merupkan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
sama "pimpin". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pmimpin menunuk pada seseorang yang di tugaskan memimpin (KBBI 684:1990. BP). Jadi, pemimpin merupkan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
A. Tugas Pemimpin
a) Pemimpin bekerja dengan
orang lain : Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.
b) Pemimpin adalah tanggung
jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas):
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas,
mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung
jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa kegagalan.
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas,
mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung
jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa kegagalan.
c) Pemimpin menyeimbangkan
pencapaian tujuan dan prioritas : Proses kepemimpinan
dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara
efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara
efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
d) Pemimpin harus berpikir secara
analitis dan konseptual : Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang
analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan
akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadf lebih jelas
dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
e) Manajer adalah forcing mediator : Konflik
selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus
dapat menjadi seorang mediator (penengah).
f) Pemimpin adalah politisi dan diplomat:
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang
diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.
g) Pemimpin membuat keputusan yang sulit :
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.
B.
Peran Pemimpin
a) Peran huhungan antar perorangan, dalam kasus ini
fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor
konsultasi.
b) Fungsi Peran
informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
c) Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha,
penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.
2.1.2 Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan
dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah
aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:
Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:
1) kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi
kelompok atau organisasi tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi,
2) di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan
proses mempengaruhi bawahan oleh pemimpin, dan.
3) adanya tujuan bersama yang harus dicapai.
Jadi,
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
2.2.
kepemimpinan hindu menurut nitisastra
1. Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin
adalah orang yang memimpin dan diberikan mandat oleh sekelompok orang untuk
dijadikan panutan dan mampu bekerja sama dan mempunyai kemampuan dalam
menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Kepemimpinan
adalah sekumpulan kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin baik berupa
kepribadian, sifat dan wibawa yang merupakan seni dalam menggerakkan orang lain
untuk mengikuti perintah dan tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan bersama,
tanpa ada unsur paksaan. Atau dengan kata lain kepemimpinan juga dapat
diartikan sebagai sistem mengkoordinasikan, kemampuan mengadakan perencanaan,
kemampuan menggerakkan dan mengadakan pengawasan.
2. Pengertian Nīti Sāstra
Kitab
atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep kepemimpinan
termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab “Nīti Sāstra”.
Kata ini berasal dari Kata Sanskerta “Niti” yang berarti bimbingan,
dukungan, bijaksana, kebijakan, etika. Sedangkan “sastra“ berarti
perintah, ajaran, nasihat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan
uraian di atas, maka kata Nīti Sāstra berarti ajaran pemimpin. Dengan
demikian ruang lingkup Nīti Sāstra tentu sangat luas mencakup pula
etika, moralitas, sopan santun dan sebagainya. Dari pemahaman etimologi
tersebut maka “Nīti Sāstra” dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra
yang memberikan ketentuan, bimbingan, arahan bagi umat manusia dalam berbagai
aspek kehidupan agar menjadi lebih teratur, terarah, dan lebih baik dengan
berlandaskan pada nilai-nilai moral Agama Hindu.
Untuk memahami kepemimpinan Hindu
atau kepemimpinan yang universal, seseorang dianjurkan untuk mempelajari
Nīti Sāstra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman sejarah/ konsep pemikiran
Hindu (Nīti Sāstra) di bidang Politik, ketatanegaraan, ekonomi, dan
hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut adalah sumber
penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep selanjutnya di
India, Asia bahkan dunia. Adapun kontribusi Nīti Sāstra dalam peradaban
global antara lain :
- Pemikiran dalam Nīti Sāstra dapat memberi masukan penting berupa konsep dan nilai positif dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi, peraturan hukum era kini.
- Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor dapat hilang.
Kata
Niti Sastra memang sudah tidak asing lagi dikalangan tokoh terpelajar, akan
tetapi bagi masyarakat yang awam masih terasa asing dengan kata ini. Pada
masyarakat Hindu di Bali lebih mengenal dengan istilah Kekawin Niti Sastra.
Kekawin Niti Sastra berisikan tentang ilmu kepemimpinan yang bisa digunakan dan
diterapkan kedalam kehidupan masyarakat dan pendidikan. Banyak tokoh yang
mengatakan bahwa Niti Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak
sedikit juga berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Berikut
pandangan para ahli mengenai ajaran Niti Sastra:
Anandakusuma
(1986) dalam kamus bahasa Balinya mengatakan bahwa Niti berarti undang-undang
mengatur negeri sedangkan sastra berarti pelajaran agama dan pelajaran dharma.
Menurut
Athur Antoni Macdonell mengatakan bahwa Niti Sastra berasal dari kata Niti dan
Sastra. Niti dalam bahasa sansekertanya berarti kebijaksanaan duniawi atau juga
berarti “etika sosial politik” Niti juga berarti menuntun. Sedangkan sastra
diartikan doa berarti pujaan.
Menurut
Dr. Rajendra Misrhra pengetahuan Niti Sastra adalah ditactic poem atau Upadesa
Kavya yaitu karya sastra yang bersifat mendidik.
Dari
sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra dapat disimpulkan bahwa Niti
Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang
bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkal laku serta menjalani
kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran.
Rsi
Canakya
Dari
beberapa pendapat para ahli memang meragukan bahwa yang menyusun Kitab
Arthasastra adalah Canakya. Beliau juga mengakui bahwa penyusunan karyanya berdasarkan
atas kitab-kitab serupa pada masa lalu. Penyusunan kitab Arthasastra memang
sangatlah banyak ditemukan dan selalu bertuliskan tentang Canakya didalamnya.
Rupanya ini ada kaitannya tentang ramalan bahwa Canakya adalah penghancur Raja
Nanda yang ada dalam kitab-kitab Purana yaitu Visnu Purana dan Bhagavata
Purana. Dari ramalan tersebut dapat disimpulkan bahwa memang benar Canakya yang
menghancurkan Raja Nanda dan menempatkan Candragupta sebagai Raja. Canakya juga
disebut dengan Wisnugupta yang berarti seorang menteri negara, ahli politik,
tokoh agamawan (Brahmana) adalah orang yang dianggap sebagai penulis karya yang
agung.
- Tujuan Ajaran Niti Sastra
Berbicara
mengenai ruang lingkup tentu saja Niti sastra mencakup ruang lingkup yang
sangat luas. Cakupannya adalah dalam segi Pemerintahan, Kepemimpinan,
Moralitas, Perekonomian, Bhakti dan segala yang berhubungan dengan kegiatan
sehari-hari. Tujuan mepelajari Niti Sastra adalah agar tercapainya tujuan
dharma atau disebut dengan dharma Sidhyartha. Dalam mencapai kebenaran
hendaknya harus mempertimbangkan lima unsur yang disebut dengan Iksa, Sakti,
Desa, Kala dan Tattwa. Dengan tercapainya Dharma Sidhyartha Hindu juga
mempunyai tujuan yaitu mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksa.
- Niti Sastra dalam Diri
Ajaran Niti Sasrta hendaknya
dipahami dan diterapkan dalam diri kita terlebih dahulu sehingga kita mudah
memberikan contoh kepada oranglain sebelum masuk ke masyarakat. Ada tiga
perbuatan dalam diri yang harus disucikan atau yang sering disebut dengan Tri
Kaya Parisudha yaitu Manacika Parisudha (berfikir yang baik), Wacika Parisudha
(berkata yang baik), Kayika Parisudha (berbuat baik).
·
Niti Sastra Dalam Keluarga
Keluarga
adalah bagian terdekat dalam hidup kita, karena bersama mereka kita habiskan sisa
waktu kita. Baik buruknya keluarga akan berpengaruh dalam diri kita. Kita
sebagai anggota keluarga hendaknya berusaha selalu menciptakan suasana yang
enak dalam keluarga.

Dalam
keluarga hendaknya ayah selalu berperan menjadi kepala keluarga, yang bertugas
melindungi dan membimbing keluarganya. Seorang ayah hendaknya memberikan bekal
kepada putra-putrinya untuk meniti masa depannya. Bekal yang diberikan tidak
hanya berupa materi melainkan pengetahuan. Karena pengetahuan tidak akan pernah
habis, dan dengan pengetahuan juga akan membuat orang di hormati.

Seorang
ibu yang baik harus bisa melayani suami serta anak-anaknya dengan tulus iklas.
Suami serta putranya adalah tempat bergantung seorang istri apabila sudah tua
nanti. Baik atau buruknya seorang istri akan berpengaruh kepada suami serta
anak-anaknya, hendaknya seorang istri harus memiliki sifat yang suci dan mulia.

Seorang
putra ataupun putri yang dilahirkan dalam keluarga tentu akan melewati empat
tahapan yang sering disebut Catur Asrama. Pada seorang putra yang belum menikah
dikatakan dalam masa Brahmacari yaitu masa menuntut ilmu. Ketika memasuki masa
Brahmacari hendaknya memusatkan pikiran sepenuhnya pada ilmu pengetahuan agar
ilmu yang didapat sempurna hasilnya.
- Niti Sastra dalam Masyarakat
Penerapan
ajaran Niti sastra dimasyarakat sudah ada sejak zaman dahulu meski belum
diketahui sesungguhnya itu merupakan ajaran Niti Sastra. Karena pada masyarakat
terdiri dari banyak keluarga dan memiliki pola pikir yang berbeda maka agak
susah untuk menerapkan ajaran sastra kecuali mereka yang mengerti tentang makna
sastra. Pada kehidupan dimasyarakat terdapat banyak sekali orang yang memiliki
sifat-sifat yang berbeda, ada yang bersifat baik, ada juga yang bersifat kurang
baik. Dengan pengetahuan seseorang mampu memilah mana yang baik dan mana yangkk
kurang baik. Jadi hendaknya pengetahuan harus selalu dipraktekkan untuk
membantu ses;ama.
1. Memilih Sahabat
kSahabat
yang sejati adalah sahabat yang selalu datang dan menyelamatkan seseorang
dkalam keadaan apapun. Tujuan memiliki sahabat adalah untuk berbagi antar suka
dan duka. Dalam memilih sahabat juga harus mempertimbangkan banyak hal, jangan
sampai memiliki sahabat yang hanya memanfaatkan kita saja.
2. Kewaspadaan
Kewaspadaan
menuntun seseorang untuk selalu berkata, bersikap, dan melakukan seseuatu
dengan hati-hati. Dengan kewaspadaan seseorang bisa mencapai atau meraih suatu
keberhasilan. Sikap yang selalu waspada pada diri seseorang itu sangat diperlukan
kapanpun dan dimanapun.
3. Kebahagiaaan
Semua
makhluk yang masih mempunyai pemikiran pasti menginginkan kebahagiaan.
Beranekaragam hal yang bisa membuat orang menjadi bahagia. Kebahagiaan itu akan
hilang apabila orang tersebut selalu melihat hal yang lebih dengan ego dan
tanpa mensyukuri apa yang dimiliki.
- Kepemimpinan Hindu

Pemimpin
berarti oarang yang memimpin atau menuntun, juga memiliki padanan kata dalam
bahasa Ingris yaitu leader. Sedangkan Kepemimpinan adalah suatu kemampuan dalam
membimbing atau menuntun yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Sifat sebagai
seorang pemimpin sudah ada semenjak kita dilahirkan. Menurut Dr. Kartini
Kartono (dalam Sudhardana, 2008;33) dikatakn bahwa ada tiga teori yang menonjol
yang menjelaskan seorang pe.mimpin, yakni: Teori genetis, teori sosial, dan
teori ekologis.

Dalam
Niti Sastra diajarkan bagimana bersikap menjadi seorang pemimpin dan bagaimana
bertindak sebagai seorang pemimpin. Pemimpin memiliki wewenang untuk
mensejahterakan orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik tidak pernah
memikirkan drinya sendiri, akan tetapi lebih mementingkan kepentingan umum
dibandingkan kepentingan pribadi. Dalam memimpin hendaknya dilakukan dengan
sepenuh hati, dan jangan memimpin hanya untuk mencari keuntungan saja. Menjadi
pemimpin harus siap menanggung resiko apapun demi menjalankan tugas negaranya.

Setiap
orang bisa untuk menjadi seorang pemimpin, akan tetapi tidak semua orang bisa
memi
mpin
dengan baik. Dalam kitab Arthasastra dikatakan bahwa seorang pemimpin hendaknya
memiliki sifat Uthana (giat) dan jangan memiliki sifat Pramada (lengah). Dalam
sastra Hindu dikatakan seorang Pemimpin harus memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: Catur Pariksa, Panca Stiti Dharmaning Prabhu, Sad Warnaning Rajaniti,
Catur Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandhi, Panca Upaya Sandhi, Asta Brata, Nawa
Natya, Panca Dasa Pramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Panca Satya.
Kepemimpinan Hindu
bersumber dari kitab suci Weda dan diajarkan oleh para orang-orang suci.
Kepemimpinan Hindu juga banyak mengacu pada tatanan alam semesta yang merupakan
ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun konsep-konsep Kepemimpinan Hindu yang banyak diajarkan dalam
sastra dan susastra-nya antara lain : Sad Warnaning Rajaniti, Catur
Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandi, Pañca Upaya Sandi, Asta Brata, Nawa
Natya, Pañca Dasa Paramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Pañca
Satya dan lain-lain. Berikut ini rincian dari konsep-konsep kepemimpinan
Hindu.
Sad Warnaning Rajaniti
Sad Warnaning Rajaniti atau Sad Sasana adalah enam sifat
utama dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang raja. Konsep ini ditulis
Candra Prkash Bhambari dalam buku “Substance of Hindu Politiy”. Adapun
bagian-bagian Sad Warnaning Rajaniti ini adalah :
Abhigamika, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu menarik
perhatian positif dari rakyatnya.
Prajña, artinya seorang raja atau pemimpin harus bijaksana.
Utsaha, artinya seorang raja atau pemimpin harus memiliki daya kreatif
yang tinggi.
Atma Sampad, artinya seorang raja atau pemimpin harus bermoral yang
luhur.
Sakya samanta, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu mengontrol
bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik.
Aksudra Parisatka, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu
memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana
sehingga diterima oleh semua pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Catur Kotamaning Nrpati
Catur Kotamaning Nrpati merupakan konsep kepemimpinan
Hindu pada jaman Majapahit sebagaimana ditulis oleh M. Yamin dalam buku “Tata
Negara Majapahit”. Catur Kotamaning Nrpatiadalah empat syarat utama
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Adapun keempat syarat utama tersebut
adalah :
Jñana Wisesa Suddha, artinya raja atau pemimpin harus memiliki
pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia harus memahami kitab suci
atau ajaran agama (agama agëming aji).
Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin harus menunjukkan belas
kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang mencintai rakyatnya akan dicintai pula
oleh rakyatnya. Hal ini sebagaimana perumpamaan singa (raja hutan) dan hutan
dalam Kakawin Niti Sastra I.10 berikut ini : Singa adalah penjaga hutan, akan
tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih,
mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak binasakan
orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari
bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasanakan.
Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwatak pemberani
dalam menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan pengetahuan suci yang
dimilikinya sebagainya disebutkan pada syarat sebelumnya.
Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwibawa terhadap
bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan disegani oleh rakyat dan
bawahannya.
Tri Upaya Sandhi
Di dalam Lontar Raja Pati Gundala disebutkan bahwa, seorang pemimpin
harus memiliki tiga upaya agar dapat menghubungkan diri dengan rakyatnya.
Adapun bagian-bagian Tri Upaya Sandiadalah :
Rupa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengamati wajah dari para
rakyatnya. Dengan begitu ia akan tahu apakah rakyatnya sedang dalam kesusahan
atau tidak.
Wangsa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui susunan
masyarakat (stratifikasi sosial) agar dapat menentukan pendekatan apa yang
harus digunakan.
Guna, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui tingkat
peradaban atau kepandaian dari rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui apa yang
diperlukan oleh rakyatnya.
Pañca Upaya Sandhi
Dalam Lontar Siwa Buddha Gama Tattwa disebutkan ada lima tahapan upaya
yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
yang menjadi tanggung jawab raja. Adapun bagian-bagian dari Pañca Upaya
Sandi ini adalah :
o Maya, artinya seorang pemimpin perlu melakukan upaya
dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang masih belum jelas duduk
perkaranya (maya).
o Upeksa, artinya seorang pemimpin harus meneliti dan
menganalisis semua data-data tersebut dan mengkodifikasikan secara profesional
dan proporsional.
o Indra Jala, artinya seorang pemimpin harus bisa
mencarikan jalan keluar dalam memecahkan persoalan yang dihadapi sesuai dengan
hasil analisisnya tadi.
o Wikrama, artinya seorang pemimpin harus melaksanakan
semua upaya penyelesaian dengan baik sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan.
o Logika, artinya seorang pemimpin harus mengedepankan
pertimbangan-pertimbangan logis dalam menindak lanjuti penyelesaian
permasalahan yang telah ditetapkan.
Asta Brata
Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada
Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca
kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303. Asta Brata ini merupakan delapan
landasan sikap mental bagi seorang pemimpin. Adapun delapan bagian Asta Brata
tersebut adalah :








Nawa Natya
Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya” dijelaskan bahwa ada
sembilan kriteria yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin dalam memilih
para pembantunya. Adapun kesembilan kriteria itu adalah :
1. Prajña Nidagda (bijaksana dan teguh
pendiriannya).
2. Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang
menyerah dalam setiap medan perang)
3. Paramartha (bersifat mulia dan luhur)
4. Dhirotsaha (tekun dan ulet dalam setiap
pekerjaan)
5. Wragi Wakya (pandai berbicara atau
berdiplomasi)
6. Samaupaya (selalu setia pada janji)
7. Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda)
8. Wruh Ring Sarwa Bastra (bisa mengatasi segala
kerusuhan)
9. Wiweka (dapat membedakan mana yang baik dan yang
buruk)
Pañca Dasa Pramiteng Prabhu
Dalam Lontar Negara Kertagama, Rakawi Prapañca menuliskan keutamaan
sifat-sifat Gajah Mada sebagai Maha Patih Kerajaan Majapahit. Sifat-sifat utama
itu pula yang menghantarkan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Sifat-sifat
utama tersebut ada 15 yang disebut sebagai Pañca Dasa Pramiteng Prabhu. Adapun
kelima belas bagian dari Pañca Dasa Pramiteng Prabhu tersebut adalah :
1. Wijayana (bijaksana dalam setiap masalah)
2. Mantri Wira (pemberani dalam membela negara)
3. Wicaksananengnaya (sangat bijaksana dalam
memimpin)
4. Natanggwan (dipercaya oleh rakyat dan
negaranya)
5. Satya Bhakti Prabhu (selalu setia dan taat pada
atasan)
6. Wagmiwak (Pandai bicara dan berdiplomasi)
7. Sarjawa Upasama (sabar dan rendah hati)
8. Dhirotsaha (teguh hati dalam setiap usaha)
9. Teulelana (teguh iman dan optimistis)
10. Tan Satrsna (tidak terlihat pada kepentingan
golongan atau pribadi)
11. Dibyacita (lapang dada dan toleransi)
12. Nayakken Musuh (mampu membersihkan musuh-musuh
negara)
13. Masihi Samasta Bawana (menyayangi isi
alam)
14. Sumantri (menjadi abdi negara yang baik)
15. Gineng Pratigina (senantiasa berbuat baik dan
menghindari pebuatan buruk)
Sad Upaya Guna
Dalam Lontar Rajapati Gondala dijelaskan ada enam upaya yang harus
dilakukan oleh seorang raja dalam memimpin negara. Keenam upaya ini disebut
juga sebagai Sad Upaya Guna. Adapun keenam upaya tersebut adalah
: Siddhi (kemampuan bersahabat); Wigrha (memecahkan setiap
persoalan); Wibawa (menjaga kewibawaan); Winarya (cakap dalam
memimpin); Gascarya (mampu menghadapi lawan yang kuat)
dan Stanha (menjaga hubungan baik). Dalam lontar yang sama disebutkan
pula ada 10 macam orang yang bisa dijadikan sahabat oleh Pemimpin. Kesepuluh
macam tersebut adalah orang yang :
1. Satya (jujur)
2. Arya (orang besar/mulia)
3. Dharma (baik)
4. Asurya (dapat mengalahkan musuh)
5. Mantri (bisa mengabdi dengan baik)
6. Salya Tawan (banyak kawannya)
7. Bali (kuat dan sakti)
8. Kaparamarthan (mempunyai visi yang jelas)
9. Kadiran (tetap pendiriannya)
10. Guna (banyak ilmunya)
Pañca Satya
Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah disebutkan di
atas, masih ada satu lagi landasan bagi pemimpin Hindu dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari. Landasan ini ada lima yang dikenal sebagai Pañca Satya.
Lima Satya ini harus dijadikan sebagai landasan bagi seorang pemimpin Hindu di
manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah :
1. Satya Hrdaya (jujur terhadap diri sendiri /
setia dalam hati)
2. Satya Wacana (jujur dalam perkataan / setia
dalam ucapan)
3. Satya Samaya (setia pada janji)
4. Satya Mitra (setia pada sahabat)
5. Satya Laksana (jujur dalam perbuatan)
Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya. Sehingga ia akan
menjadi seorang pemimpin yang hebat, berwibawa, disegani dan sebagainya.
Tingkat keberhasilan dari seorang pemimpin dalam memimpin itu sendiri
ditentukan oleh dua faktor, yaitu : faktor usaha manusia
(Manusa atau jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan
(Daiwa atau jangkaning Dewa). Sementara tingkat keberhasilannya bisa
berupa penurunan (Ksaya), tetap atau stabil (Sthana) dan peningkatan atau
kemajuan (Vrddhi).
2.4. kepemimpinan menurut kitab manawa dharmasastra
Seorang pemimpin memiliki kewajiban
untuk menjalankan tugasnya menurut hukum,norma, dan tradisi yang baik. dan
tidak dibenarkan memiliki sifat-sifat semaunya saja, otoriter, dan
materialistis. Agar prilaku seperti itu tidak di miliki oleh seorang pemimpin,
maka sepatutnya pemimpin memiliki delapan karakter mulia yang disebut astabrata
( Manawa Dharmasastra, IX; Kekawin Ramayana, XXIV : 53-60,80) yakni:
1.
Indra Brata, Laku Dewa Indra yang selalu memberikan hujan dan air yang
memungkinkan tumbuh dan hidupnya tumbuh-tumbuhan serta makhluk didunia ini,
bila direnungkan lebih dalam maka terkandung ajaran bahwa pemimpin itu selalu
memikirkan nasib anak buahnya, selalu bekerja untuk mencapai kemakmuran
masyarakat secara menyeluruh. Pemimpin dituntut untuk bisa memupuk human
relation (hubungan kemanusiaan) guna menegakkan human right (kebenaran dan
keadilan).
2. Yama Brata, Laku Dewa Yama sebagai dewa
keadilan dengan menghukum segala perbuatan jahat terkandung bahwa seorang
pemimpin haruslah berlaku adil terhadap seluruh pengikut yang ada dengan
menghukum segala perbuatan yang jahat dengan menjatuhi hukuman yang sesuai
dengan besarnya kesalahan mereka dan menghargai perbuatan yang baik. Apabila
pemimpin tidak bersikap adil maka akan timbul krisis kewibawaaan dan anarki
dalam menjalankan tugas. Sesuai dengan hukum karma phala maka hukuman tersebut
harus bersifat edukatif dimana hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki
kesalahan, sehingga bawahan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas
kewajibannya.
3. Surya Brata, Surya Brata tersimpul ajaran
bahwa seorang pemimpin dalam tugasnya harus dapat memberikan penerangan kepada
anak buahnya atau bawahannya serta memberikan kekuatan kepadanya. Bawahan harus
diberikan kesadaran akan tanggung jawabnya dan benar-benar menginsyafi tugas
yang dipikulnya. Kalau kita perhatikan keadaan sehari-hari, ternyata bahwa
matahari itu memancarkan sinarnya ke segala pelosok dunia dan menerangi seluruh
alam semesta ini tanpa pandang tempat, rendah dan tinggi. Dengan demikian
pemimpin hendaknya tidak jemu-jemu mengadakan hubungan dengan bawahannya
sehingga mengetahui benar tentang keadaan anak buahnya atau bawahannya.
4. Candra Brata, Candra Brata tersimpul bahwa
seorang pemimpin diharapkan memberikan penerangan yang sejuk dan nyaman.
Seseorang akan menjadi senang dan taat apabila kebutuhannya dapat dipenuhi, baik
bersifat material maupun bersifat spiritual. Dalam hubungan dengan pengertian
pemenuhan kebutuhan rohani ini, Roger Bellow dalam Creatif Leadership
mengemukakan sebagai berikut, Setiap orang pada hakikatnya mempunyai keinginan
untuk dihargai dan sebaliknya tidak senang kalau dihina, lebih-lebih hal itu
dilakukan di depan khalayak ramai. Untuk menjaga kehormatan diri anak buah,
maka sebaliknya peneguran dilakukan ditempat sendiri. Ada keinginan
berpartisipasi dalam pekerjaan, setiap orang ingin untuk mencreate sesuatu
sehingga dengan bangga dan senang mengatakan , “Inilah hasil saya atau inilah
karya dimana saya turut serta mengerjakan”. Keinginan untuk menghilangkan
ketegangan. Ketegangan timbul karena seorang pemimpin menimbulkan rasa tidak
enak dan tidak senang. Ketegangan ini jika segera diketahui harus segera
dihilangkan. Keinginan untuk aktif bekerja dan pekerjaan itu tidak membosankan.
Seorang pemimpin harus memperhatikan tugas anak buahnya, dalam waktu tertentu
harus ada pergeseran jabatan, sehingga tidak membosankan anak buah.
5.
Bayu Brata, Pemimpin harus dapat mengetahui segala hal ikhwal dan pikiran anak
buahnya, sehingga dapat mengerti lebih dalam, terutama dalam kesukaran hidupnya
maupun dalam menjalankan tugasnya, namun tidak perlu diketahui oleh anak buah.
Dalam manajemen, hal ini dinamakan employee concelling. Dalam Sloka disebutkan
“Angin jika mengenai perbuatan-perbuatan (perbuatan-perbuatan yang jahat),
hendaknya kamu ketahui akibatnya. Pandanganmu hendaknya baik. Demikian laku
Dewa bayu mempunyai sifat luhur dan tidak tamak (oleh siapapun ia dapat
dimintai bantuan).”
6. Kuwera Brata, Pemimpin haruslah dapat
memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya seperti berpakaian yang rapi
sebab pakaian itu besar sekali pengaruhnya terhadap seorang bawahan. Hal lain
yang terkandung adalah sebelum seorang pemimpin mengatur orang lain, pemimpin
haruslah bisa mengatur dirinya sendiri terlebih dahulu.
7. Baruna Brata, Seorang pemimpin hendaknya
mempunyai pandangan yang luas dan bijaksana didalam menyikapi semua
permasalahan yang ada. Pemimpin mau mendengarkan suara hati atau pendapat anak
buah dan bisa menyimpulkan secara baik, sehingga dengan demikian bawahan merasa
puas dan taat serta mudah digerakkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Agni
Brata, Seorang pemimpin haruslah mempunyai semangat yang berkobar-kobar laksana
agni dan dapat pula mengobarkan semangat anak buah yang diarahkan untuk
menyelesaikan segalapekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Selain itu, terdapat satu karakter lagi yaitu Dewi Pertiwi(
ksamawan) yang melambang kan sabar, tabh menghadapi cobaan dan juga pemaaf.
Agar karakter utama tersebut lebih jelas di pahami , Sri Rama lebih lanjut
mengajar Wibisana dengan metode pengandaian. Wacananya di bahsakan sebagai
berikut
“
hai Adinda wibisana, busanamu dan istanamu sesungguhnya adalah simbol kepemimpinan mulia. Untaian kalung permata
yang dinda pakai itu adalah simbol ajaran astabrata, kasih sayangmu kepada
masyrakat adalah cincinmu, prilaku susila adalah anting-antingmu, keteguhan
iman adalah permata astaginamu, kesetiaan adalah mutiaramu, kecerahan dan
ketenangan adalah krowistamu , dan mahkotamu adalah pikiran yang suci. Untuk
itu rajinlah bermeditasi, ucapkan nama Tuhan agar Dinda mendapat restu dan
tuntun oleh kearifannya.”
Jadi, dengan penjelasan diatas kita
bisa menarik kesimpulan bahwa kepemimpinan dalam Hindu mengideologikan Dharma.
Dharma yang menjadi pros kepemimpinan Hindu idialismenya di jabarkan ssebagai
berikut, Kearifan dan keteguhan iman adalah hati seorang pemimpin, kecerdasan
adalah otaknya, daya juang atau keperwiraan sebagai badannya, ketrampilan dan
kesehatan adalah anggota badannya, kebajikan dan kelembutan adalah wajahnya,
kemakmuran dan keindahan dan gairah hidup adalah sebagai hartanya. Dengan memiliki
karakter mulia dan maka setiap pemimpin dapat menjalankan swadharmanya untuk
mencapai kebahgiaan baik dirinya sendiri maupun orang lain.
nice baby :-*
BalasHapus