Selasa, 16 Mei 2017

Kepemimpinan Hindu


Kepemimpinan Hindu Nusantara



BAB I
     PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin di dalam berkomunikasi dan menggerakan anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati. Dari pengertian ini ada tiga unsur dalam kepemimpinan yaitu (1) adanya kemampuan seorang untuk mempengaruhi orang lain; (2) adanya proses komunikasi tertentu dan 3) adanya tujuan-tujuan kelompok yang akan dicapai secara bersama-sama
Pemimpin adalah faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi atau Negara. Baik dalam politik pemerintahan, dunia pendidikan, Religi, sosial maupun dunia bisnis, dll. Kualitas pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Sebab pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, mampu mengantisifasi perubahan yang tiba-tiba, dapat mengoreksi kelemahan dan ringkasnya pemimpin mempunyai kesempatan paling banyak untuk merubah “batu menjadi permata” atau sebaliknya merubah “istana menjadi abu” bila ia salah langkah atau tidak cakap. Oleh karena itu pemimpin merupakan kunci sukses bagi keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya sehingga bisa mewujudkan Dharma Sidhiartha.
Pada dasarnya atau konsekwensinya hanya ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan yakni sebagai pemimpin atau sebagai yang dipimpin, yang lazim disebut dengan anggota. Sebagai anggota yang dipimpin kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai pemimpin dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam pencapaian tujuan, yang dalam ajaran agama kita disebut “Satya Bela Bhakti Prabhu” Sedangkan sebagai pemimpin harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk memimpin serta dapat diterima oleh yang dipimpin ataupun atasannya. Kemampuan disini dalam arti mampu memimpin, mampu mengorbankan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu, tenaga, materi dan lain-lain serta dapat diterima dalam arti dapat dipercaya oleh anggota.
Karena itu untuk menjadi seorang pemimpin, sudah seharusnyalah kita mampu untuk berbuat dan memiliki kriteria atau sifat-sifat seorang pemimpin seperti harus jujur, bersimpatik, ulet, bijaksana, pandai, cerdas, berwibawa, dan sebagainya. Apalagi menjadi pemimpin di Pulau Bali yang begitu banyak memiliki nilai-nilai yang adiluhung serta budaya yang diakui dunia internasional sehingga membutuhkan usaha yang ekstra bagi seorang pemimpin untuk mewujudkan Bali yang ajeg, berbudaya, santun, religius dan damai. Selain itu seorang pemimpin hendaknya memahami dan bisa mengamalkan ajaran “ASTA BRATA”. Asta berarti delapan dan Brata dimaksudkan sebagai sifat mulia dari alam semesta yang patut dan wajib dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin khususnya di Bali yang perlu dilindungi dari berbagai aspek.
Diatas pundak seorang pemimpin terletak tanggung jawab yang berat. Ditangan pemimpin tergenggam nasib segenap rakyat atau kelompok yang dipimpinnya. Nasehat Rama kepada Wibhisana dalam Kekawin Ramayana (XXIV, 51-61) yang disebut Asta Brata merupakan cerita pemimpin yang ideal. Asta Brata itu sesungguhnya ajaran dari Manawa Dharmasastra VII.3-4 yang digubah dalam bentuk yang indah sehingga menjadi populer di Indonesia. Adapun terjemahan isi dari Astabrata dalam Kekawin Ramayana adalah:
“Dan ia disuruh untuk menghormatinya, karena Ida Bhatara ada pada dirinya, delapan banyaknya berkumpul pada diri sang Prabhu, itulah sebabnya ia amat kuasa tiada bandingnya. Hyang Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Kuwera, Baruna, Agni, demikian delapan jumlahnya, beliau-beliau itulah sebagai pribadi sang raja, itulah sebabnya disebut Asta Brata”.
1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pemimpin dan kepemimpinan
2.      Bagaimana kepemimpinan Hindu menurut kitab nitisastra
3.      Bagaimana konsep-konsep kepemimpinan Hindu
4.      Bagaimana kepemimpinan menurut kitab manawa Dharmasastra




BAB II
PEMBAHASAN


2.1. PENGERTIAN PEMIMPIN DAN  KEPEMIMPINAN
2.1.1  Pengertian Pemimpin
            Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama "pimpin". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pmimpin menunuk pada seseorang yang di tugaskan memimpin (KBBI 684:1990. BP). Jadi,  pemimpin merupkan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
A.  Tugas Pemimpin
a)      Pemimpin bekerja dengan orang lain : Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.
b)      Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas):
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas,
mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung
jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa kegagalan.
c)      Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas : Proses kepemimpinan
dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas dengan mendahulukan
prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara
efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
d)     Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual : Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadf lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
e)       Manajer adalah forcing mediator : Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).
f)        Pemimpin adalah politisi dan diplomat: Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.
g)       Pemimpin membuat keputusan yang sulit : Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.
B.  Peran Pemimpin
a) Peran huhungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
b)  Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
c) Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.

2.1.2  Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:
1) kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi,
2) di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi bawahan oleh pemimpin, dan.
3) adanya tujuan bersama yang harus dicapai.
Jadi, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.



2.2. kepemimpinan hindu menurut nitisastra
1. Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin adalah orang yang memimpin dan diberikan mandat oleh sekelompok orang untuk dijadikan panutan dan mampu bekerja sama dan mempunyai kemampuan dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Kepemimpinan adalah sekumpulan kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin baik berupa kepribadian, sifat dan wibawa yang merupakan seni dalam menggerakkan orang lain untuk mengikuti perintah dan tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan bersama, tanpa ada unsur paksaan. Atau dengan kata lain kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai sistem mengkoordinasikan, kemampuan mengadakan perencanaan, kemampuan menggerakkan dan mengadakan pengawasan.
2. Pengertian Nīti Sāstra
Kitab atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep kepemimpinan termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab “Nīti Sāstra”. Kata ini berasal dari Kata Sanskerta “Niti” yang berarti bimbingan, dukungan, bijaksana, kebijakan, etika. Sedangkan “sastra“ berarti perintah, ajaran, nasihat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan uraian di atas, maka kata Nīti Sāstra berarti ajaran pemimpin. Dengan demikian ruang lingkup Nīti Sāstra tentu sangat luas mencakup pula etika, moralitas, sopan santun dan sebagainya. Dari pemahaman etimologi tersebut maka “Nīti Sāstra” dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra yang memberikan ketentuan, bimbingan, arahan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan agar menjadi lebih teratur, terarah, dan lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai moral Agama Hindu.
                        Untuk memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang universal, seseorang dianjurkan untuk mempelajari Nīti Sāstra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman sejarah/ konsep pemikiran Hindu (Nīti Sāstra) di bidang Politik, ketatanegaraan, ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut adalah sumber penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep selanjutnya  di India, Asia bahkan dunia. Adapun kontribusi Nīti Sāstra dalam peradaban global antara lain :
  • Pemikiran dalam Nīti Sāstra dapat memberi masukan penting berupa konsep dan nilai positif dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi, peraturan hukum era kini.
  • Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor dapat hilang.
Kata Niti Sastra memang sudah tidak asing lagi dikalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam masih terasa asing dengan kata ini. Pada masyarakat Hindu di Bali lebih mengenal dengan istilah Kekawin Niti Sastra. Kekawin Niti Sastra berisikan tentang ilmu kepemimpinan yang bisa digunakan dan diterapkan kedalam kehidupan masyarakat dan pendidikan. Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu kepemimpinan. Berikut pandangan para ahli mengenai ajaran Niti Sastra:
Anandakusuma (1986) dalam kamus bahasa Balinya mengatakan bahwa Niti berarti undang-undang mengatur negeri sedangkan sastra berarti pelajaran agama dan pelajaran dharma.
Menurut Athur Antoni Macdonell mengatakan bahwa Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Niti dalam bahasa sansekertanya berarti kebijaksanaan duniawi atau juga berarti “etika sosial politik” Niti juga berarti menuntun. Sedangkan sastra diartikan doa berarti pujaan.
Menurut Dr. Rajendra Misrhra pengetahuan Niti Sastra adalah ditactic poem atau Upadesa Kavya yaitu karya sastra yang bersifat mendidik.
Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkal laku serta menjalani kehidupan berdasarkan dharma atau kebenaran.



Rsi Canakya
Dari beberapa pendapat para ahli memang meragukan bahwa yang menyusun Kitab Arthasastra adalah Canakya. Beliau juga mengakui bahwa penyusunan karyanya berdasarkan atas kitab-kitab serupa pada masa lalu. Penyusunan kitab Arthasastra memang sangatlah banyak ditemukan dan selalu bertuliskan tentang Canakya didalamnya. Rupanya ini ada kaitannya tentang ramalan bahwa Canakya adalah penghancur Raja Nanda yang ada dalam kitab-kitab Purana yaitu Visnu Purana dan Bhagavata Purana. Dari ramalan tersebut dapat disimpulkan bahwa memang benar Canakya yang menghancurkan Raja Nanda dan menempatkan Candragupta sebagai Raja. Canakya juga disebut dengan Wisnugupta yang berarti seorang menteri negara, ahli politik, tokoh agamawan (Brahmana) adalah orang yang dianggap sebagai penulis karya yang agung.
  • Tujuan Ajaran Niti Sastra
Berbicara mengenai ruang lingkup tentu saja Niti sastra mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Cakupannya adalah dalam segi Pemerintahan, Kepemimpinan, Moralitas, Perekonomian, Bhakti dan segala yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Tujuan mepelajari Niti Sastra adalah agar tercapainya tujuan dharma atau disebut dengan dharma Sidhyartha. Dalam mencapai kebenaran hendaknya harus mempertimbangkan lima unsur yang disebut dengan Iksa, Sakti, Desa, Kala dan Tattwa. Dengan tercapainya Dharma Sidhyartha Hindu juga mempunyai tujuan yaitu mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksa.

  • Niti Sastra dalam Diri
          Ajaran Niti Sasrta hendaknya dipahami dan diterapkan dalam diri kita terlebih dahulu sehingga kita mudah memberikan contoh kepada oranglain sebelum masuk ke masyarakat. Ada tiga perbuatan dalam diri yang harus disucikan atau yang sering disebut dengan Tri Kaya Parisudha yaitu Manacika Parisudha (berfikir yang baik), Wacika Parisudha (berkata yang baik), Kayika Parisudha (berbuat baik).

·         Niti Sastra Dalam Keluarga
Keluarga adalah bagian terdekat dalam hidup kita, karena bersama mereka kita habiskan sisa waktu kita. Baik buruknya keluarga akan berpengaruh dalam diri kita. Kita sebagai anggota keluarga hendaknya berusaha selalu menciptakan suasana yang enak dalam keluarga.
*      Peran seorang Suami/ayah
Dalam keluarga hendaknya ayah selalu berperan menjadi kepala keluarga, yang bertugas melindungi dan membimbing keluarganya. Seorang ayah hendaknya memberikan bekal kepada putra-putrinya untuk meniti masa depannya. Bekal yang diberikan tidak hanya berupa materi melainkan pengetahuan. Karena pengetahuan tidak akan pernah habis, dan dengan pengetahuan juga akan membuat orang di hormati.
*      Peran seorang Istri
Seorang ibu yang baik harus bisa melayani suami serta anak-anaknya dengan tulus iklas. Suami serta putranya adalah tempat bergantung seorang istri apabila sudah tua nanti. Baik atau buruknya seorang istri akan berpengaruh kepada suami serta anak-anaknya, hendaknya seorang istri harus memiliki sifat yang suci dan mulia.
*      Tugas seorang Putra
Seorang putra ataupun putri yang dilahirkan dalam keluarga tentu akan melewati empat tahapan yang sering disebut Catur Asrama. Pada seorang putra yang belum menikah dikatakan dalam masa Brahmacari yaitu masa menuntut ilmu. Ketika memasuki masa Brahmacari hendaknya memusatkan pikiran sepenuhnya pada ilmu pengetahuan agar ilmu yang didapat sempurna hasilnya.



  • Niti Sastra dalam Masyarakat
Penerapan ajaran Niti sastra dimasyarakat sudah ada sejak zaman dahulu meski belum diketahui sesungguhnya itu merupakan ajaran Niti Sastra. Karena pada masyarakat terdiri dari banyak keluarga dan memiliki pola pikir yang berbeda maka agak susah untuk menerapkan ajaran sastra kecuali mereka yang mengerti tentang makna sastra. Pada kehidupan dimasyarakat terdapat banyak sekali orang yang memiliki sifat-sifat yang berbeda, ada yang bersifat baik, ada juga yang bersifat kurang baik. Dengan pengetahuan seseorang mampu memilah mana yang baik dan mana yangkk kurang baik. Jadi hendaknya pengetahuan harus selalu dipraktekkan untuk membantu ses;ama.
1.      Memilih Sahabat
kSahabat yang sejati adalah sahabat yang selalu datang dan menyelamatkan seseorang dkalam keadaan apapun. Tujuan memiliki sahabat adalah untuk berbagi antar suka dan duka. Dalam memilih sahabat juga harus mempertimbangkan banyak hal, jangan sampai memiliki sahabat yang hanya memanfaatkan kita saja.
2.      Kewaspadaan
Kewaspadaan menuntun seseorang untuk selalu berkata, bersikap, dan melakukan seseuatu dengan hati-hati. Dengan kewaspadaan seseorang bisa mencapai atau meraih suatu keberhasilan. Sikap yang selalu waspada pada diri seseorang itu sangat diperlukan kapanpun dan dimanapun.
3.      Kebahagiaaan
Semua makhluk yang masih mempunyai pemikiran pasti menginginkan kebahagiaan. Beranekaragam hal yang bisa membuat orang menjadi bahagia. Kebahagiaan itu akan hilang apabila orang tersebut selalu melihat hal yang lebih dengan ego dan tanpa mensyukuri apa yang dimiliki.


  • Kepemimpinan Hindu
*      Pengertian Pemimpin
Pemimpin berarti oarang yang memimpin atau menuntun, juga memiliki padanan kata dalam bahasa Ingris yaitu leader. Sedangkan Kepemimpinan adalah suatu kemampuan dalam membimbing atau menuntun yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Sifat sebagai seorang pemimpin sudah ada semenjak kita dilahirkan. Menurut Dr. Kartini Kartono (dalam Sudhardana, 2008;33) dikatakn bahwa ada tiga teori yang menonjol yang menjelaskan seorang pe.mimpin, yakni: Teori genetis, teori sosial, dan teori ekologis.
*      Peranan Seorang Pemimpin
Dalam Niti Sastra diajarkan bagimana bersikap menjadi seorang pemimpin dan bagaimana bertindak sebagai seorang pemimpin. Pemimpin memiliki wewenang untuk mensejahterakan orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik tidak pernah memikirkan drinya sendiri, akan tetapi lebih mementingkan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi. Dalam memimpin hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati, dan jangan memimpin hanya untuk mencari keuntungan saja. Menjadi pemimpin harus siap menanggung resiko apapun demi menjalankan tugas negaranya.
*      Syarat-syarat Pemimpin
Setiap orang bisa untuk menjadi seorang pemimpin, akan tetapi tidak semua orang bisa memi
mpin dengan baik. Dalam kitab Arthasastra dikatakan bahwa seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat Uthana (giat) dan jangan memiliki sifat Pramada (lengah). Dalam sastra Hindu dikatakan seorang Pemimpin harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Catur Pariksa, Panca Stiti Dharmaning Prabhu, Sad Warnaning Rajaniti, Catur Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandhi, Panca Upaya Sandhi, Asta Brata, Nawa Natya, Panca Dasa Pramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Panca Satya.






            Kepemimpinan Hindu bersumber dari kitab suci Weda dan diajarkan oleh para orang-orang suci. Kepemimpinan Hindu juga banyak mengacu pada tatanan alam semesta yang merupakan ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun konsep-konsep Kepemimpinan Hindu yang banyak diajarkan dalam sastra dan susastra-nya antara lain : Sad Warnaning Rajaniti, Catur Kotamaning Nrpati, Tri Upaya Sandi, Pañca Upaya Sandi, Asta Brata, Nawa Natya, Pañca Dasa Paramiteng Prabhu, Sad Upaya Guna, Pañca Satya dan lain-lain. Berikut ini rincian dari konsep-konsep kepemimpinan Hindu.
Sad Warnaning Rajaniti
Sad Warnaning Rajaniti atau Sad Sasana adalah enam sifat utama dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang raja. Konsep ini ditulis Candra Prkash Bhambari dalam buku “Substance of Hindu Politiy”. Adapun bagian-bagian Sad Warnaning Rajaniti ini adalah :
Abhigamika, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu menarik perhatian positif dari rakyatnya.
Prajña, artinya seorang raja atau pemimpin harus bijaksana.
Utsaha, artinya seorang raja atau pemimpin harus memiliki daya kreatif yang tinggi.
Atma Sampad, artinya seorang raja atau pemimpin harus bermoral yang luhur.
Sakya samanta, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik.
Aksudra Parisatka, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga diterima oleh semua pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Catur Kotamaning Nrpati
    Catur Kotamaning Nrpati merupakan konsep kepemimpinan Hindu pada jaman Majapahit sebagaimana ditulis oleh M. Yamin dalam buku “Tata Negara Majapahit”.  Catur Kotamaning Nrpatiadalah empat syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Adapun keempat syarat utama tersebut adalah :
Jñana Wisesa Suddha, artinya raja atau pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia harus memahami kitab suci atau ajaran agama (agama agëming aji).
Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin harus menunjukkan belas kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang mencintai rakyatnya akan dicintai pula oleh rakyatnya. Hal ini sebagaimana perumpamaan singa (raja hutan) dan hutan dalam Kakawin Niti Sastra I.10 berikut ini : Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasanakan.
Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwatak pemberani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan pengetahuan suci yang dimilikinya sebagainya disebutkan pada syarat sebelumnya.
Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwibawa terhadap bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan disegani oleh rakyat dan bawahannya.
Tri Upaya Sandhi
Di dalam Lontar Raja Pati Gundala disebutkan bahwa, seorang pemimpin harus memiliki tiga  upaya agar dapat menghubungkan diri dengan rakyatnya. Adapun bagian-bagian Tri Upaya Sandiadalah :
Rupa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengamati wajah dari para rakyatnya. Dengan begitu ia akan tahu apakah rakyatnya sedang dalam kesusahan atau tidak.
Wangsa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui susunan masyarakat (stratifikasi sosial) agar dapat menentukan pendekatan apa yang harus digunakan.
Guna, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui tingkat peradaban atau kepandaian dari rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui apa yang diperlukan oleh rakyatnya.
Pañca Upaya Sandhi
Dalam Lontar Siwa Buddha Gama Tattwa disebutkan ada lima tahapan upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi tanggung jawab raja. Adapun bagian-bagian dari Pañca Upaya Sandi ini adalah :
o   Maya, artinya seorang pemimpin perlu melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang masih belum jelas duduk perkaranya (maya).
o   Upeksa, artinya seorang pemimpin harus meneliti dan menganalisis semua data-data tersebut dan mengkodifikasikan secara profesional dan proporsional.
o   Indra Jala, artinya seorang pemimpin harus bisa mencarikan jalan keluar dalam memecahkan persoalan yang dihadapi sesuai dengan hasil analisisnya tadi.
o   Wikrama, artinya seorang pemimpin harus melaksanakan semua upaya penyelesaian dengan baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
o   Logika, artinya seorang pemimpin harus mengedepankan pertimbangan-pertimbangan logis dalam menindak lanjuti penyelesaian permasalahan yang telah ditetapkan.
Asta Brata
Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303. Asta Brata ini merupakan delapan landasan sikap mental bagi seorang pemimpin. Adapun delapan bagian Asta Brata tersebut adalah :
*      Indra Brata, kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali mengabdi untuk rakyat.
*      Yama Brata, kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma.
*      Surya Brata, kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan Sang Surya yang menyinari dunia.
*      Candra Brata, mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari.
*      Bayu Brata,  mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu) rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alit atauwong cilik sebagimana sifat Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah.
*      Baruna Brata, mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau peyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk kotoran di laut.
*      Agni Brata, mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni.
*      Kwera atau Prthiwi Brata, mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di kahyangan.

Nawa Natya
Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya” dijelaskan bahwa ada sembilan kriteria yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin dalam memilih para pembantunya. Adapun kesembilan kriteria itu adalah :
1.      Prajña Nidagda (bijaksana dan teguh pendiriannya).
2.      Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah dalam setiap medan perang)
3.      Paramartha (bersifat mulia dan luhur)
4.      Dhirotsaha (tekun dan ulet dalam setiap pekerjaan)
5.      Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi)
6.      Samaupaya (selalu setia pada janji)
7.      Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda)
8.      Wruh Ring Sarwa Bastra (bisa mengatasi segala kerusuhan)
9.      Wiweka (dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk)
Pañca Dasa Pramiteng Prabhu
Dalam Lontar Negara Kertagama, Rakawi Prapañca menuliskan keutamaan sifat-sifat Gajah Mada sebagai Maha Patih Kerajaan Majapahit. Sifat-sifat utama itu pula yang menghantarkan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Sifat-sifat utama tersebut ada 15 yang disebut sebagai Pañca Dasa Pramiteng Prabhu. Adapun kelima belas bagian dari Pañca Dasa Pramiteng Prabhu tersebut adalah :
1.      Wijayana (bijaksana dalam setiap masalah)
2.      Mantri Wira (pemberani dalam membela negara)
3.      Wicaksananengnaya (sangat bijaksana dalam memimpin)
4.      Natanggwan (dipercaya oleh rakyat dan negaranya)
5.      Satya Bhakti Prabhu (selalu setia dan taat pada atasan)
6.      Wagmiwak (Pandai bicara dan berdiplomasi)
7.      Sarjawa Upasama (sabar dan rendah hati)
8.      Dhirotsaha (teguh hati dalam setiap usaha)
9.      Teulelana (teguh iman dan optimistis)
10.  Tan Satrsna (tidak terlihat pada kepentingan golongan atau pribadi)
11.  Dibyacita (lapang dada dan toleransi)
12.  Nayakken Musuh (mampu membersihkan musuh-musuh negara)
13.  Masihi Samasta Bawana (menyayangi isi alam)
14.  Sumantri (menjadi abdi negara yang baik)
15.  Gineng Pratigina (senantiasa berbuat baik dan menghindari pebuatan buruk)

Sad Upaya Guna
Dalam Lontar Rajapati Gondala dijelaskan ada enam upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam memimpin negara. Keenam upaya ini disebut juga sebagai Sad Upaya Guna. Adapun keenam upaya tersebut adalah : Siddhi (kemampuan bersahabat); Wigrha (memecahkan setiap persoalan); Wibawa (menjaga kewibawaan); Winarya (cakap dalam memimpin); Gascarya (mampu menghadapi lawan yang kuat) dan Stanha (menjaga hubungan baik). Dalam lontar yang sama disebutkan pula ada 10 macam orang yang bisa dijadikan sahabat oleh Pemimpin. Kesepuluh macam tersebut adalah orang yang :
1.      Satya (jujur)
2.      Arya (orang besar/mulia)
3.      Dharma (baik)
4.      Asurya (dapat mengalahkan musuh)
5.      Mantri (bisa mengabdi dengan baik)
6.      Salya Tawan (banyak kawannya)
7.      Bali (kuat dan sakti)
8.      Kaparamarthan (mempunyai visi yang jelas)
9.      Kadiran (tetap pendiriannya)
10.  Guna (banyak ilmunya)




Pañca Satya
Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah disebutkan di atas, masih ada satu lagi landasan bagi pemimpin Hindu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Landasan ini ada lima yang dikenal sebagai Pañca Satya. Lima Satya ini harus dijadikan sebagai landasan bagi seorang pemimpin Hindu di manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah :
1.      Satya Hrdaya (jujur terhadap diri sendiri / setia dalam hati)
2.      Satya Wacana (jujur dalam perkataan / setia dalam ucapan)
3.      Satya Samaya (setia pada janji)
4.      Satya Mitra (setia pada sahabat)
5.      Satya Laksana (jujur dalam perbuatan)
Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya. Sehingga ia akan menjadi seorang pemimpin yang hebat, berwibawa, disegani dan sebagainya. Tingkat keberhasilan dari seorang pemimpin dalam memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu : faktor usaha manusia (Manusa atau jangkunging manungsa) dan faktor kehendak Tuhan (Daiwa atau jangkaning Dewa). Sementara tingkat keberhasilannya bisa berupa penurunan (Ksaya), tetap atau stabil (Sthana) dan peningkatan atau kemajuan (Vrddhi).

2.4. kepemimpinan menurut kitab manawa dharmasastra
            Seorang pemimpin memiliki kewajiban untuk menjalankan tugasnya menurut hukum,norma, dan tradisi yang baik. dan tidak dibenarkan memiliki sifat-sifat semaunya saja, otoriter, dan materialistis. Agar prilaku seperti itu tidak di miliki oleh seorang pemimpin, maka sepatutnya pemimpin memiliki delapan karakter mulia yang disebut astabrata ( Manawa Dharmasastra, IX; Kekawin Ramayana, XXIV : 53-60,80) yakni:
1.   Indra Brata, Laku Dewa Indra yang selalu memberikan hujan dan air yang memungkinkan tumbuh dan hidupnya tumbuh-tumbuhan serta makhluk didunia ini, bila direnungkan lebih dalam maka terkandung ajaran bahwa pemimpin itu selalu memikirkan nasib anak buahnya, selalu bekerja untuk mencapai kemakmuran masyarakat secara menyeluruh. Pemimpin dituntut untuk bisa memupuk human relation (hubungan kemanusiaan) guna menegakkan human right (kebenaran dan keadilan).
2.    Yama Brata, Laku Dewa Yama sebagai dewa keadilan dengan menghukum segala perbuatan jahat terkandung bahwa seorang pemimpin haruslah berlaku adil terhadap seluruh pengikut yang ada dengan menghukum segala perbuatan yang jahat dengan menjatuhi hukuman yang sesuai dengan besarnya kesalahan mereka dan menghargai perbuatan yang baik. Apabila pemimpin tidak bersikap adil maka akan timbul krisis kewibawaaan dan anarki dalam menjalankan tugas. Sesuai dengan hukum karma phala maka hukuman tersebut harus bersifat edukatif dimana hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan, sehingga bawahan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas kewajibannya.
    3.    Surya Brata, Surya Brata tersimpul ajaran bahwa seorang pemimpin dalam tugasnya harus dapat memberikan penerangan kepada anak buahnya atau bawahannya serta memberikan kekuatan kepadanya. Bawahan harus diberikan kesadaran akan tanggung jawabnya dan benar-benar menginsyafi tugas yang dipikulnya. Kalau kita perhatikan keadaan sehari-hari, ternyata bahwa matahari itu memancarkan sinarnya ke segala pelosok dunia dan menerangi seluruh alam semesta ini tanpa pandang tempat, rendah dan tinggi. Dengan demikian pemimpin hendaknya tidak jemu-jemu mengadakan hubungan dengan bawahannya sehingga mengetahui benar tentang keadaan anak buahnya atau bawahannya.
4.    Candra Brata, Candra Brata tersimpul bahwa seorang pemimpin diharapkan memberikan penerangan yang sejuk dan nyaman. Seseorang akan menjadi senang dan taat apabila kebutuhannya dapat dipenuhi, baik bersifat material maupun bersifat spiritual. Dalam hubungan dengan pengertian pemenuhan kebutuhan rohani ini, Roger Bellow dalam Creatif Leadership mengemukakan sebagai berikut, Setiap orang pada hakikatnya mempunyai keinginan untuk dihargai dan sebaliknya tidak senang kalau dihina, lebih-lebih hal itu dilakukan di depan khalayak ramai. Untuk menjaga kehormatan diri anak buah, maka sebaliknya peneguran dilakukan ditempat sendiri. Ada keinginan berpartisipasi dalam pekerjaan, setiap orang ingin untuk mencreate sesuatu sehingga dengan bangga dan senang mengatakan , “Inilah hasil saya atau inilah karya dimana saya turut serta mengerjakan”. Keinginan untuk menghilangkan ketegangan. Ketegangan timbul karena seorang pemimpin menimbulkan rasa tidak enak dan tidak senang. Ketegangan ini jika segera diketahui harus segera dihilangkan. Keinginan untuk aktif bekerja dan pekerjaan itu tidak membosankan. Seorang pemimpin harus memperhatikan tugas anak buahnya, dalam waktu tertentu harus ada pergeseran jabatan, sehingga tidak membosankan anak buah.
5.   Bayu Brata, Pemimpin harus dapat mengetahui segala hal ikhwal dan pikiran anak buahnya, sehingga dapat mengerti lebih dalam, terutama dalam kesukaran hidupnya maupun dalam menjalankan tugasnya, namun tidak perlu diketahui oleh anak buah. Dalam manajemen, hal ini dinamakan employee concelling. Dalam Sloka disebutkan “Angin jika mengenai perbuatan-perbuatan (perbuatan-perbuatan yang jahat), hendaknya kamu ketahui akibatnya. Pandanganmu hendaknya baik. Demikian laku Dewa bayu mempunyai sifat luhur dan tidak tamak (oleh siapapun ia dapat dimintai bantuan).”
6.    Kuwera Brata, Pemimpin haruslah dapat memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya seperti berpakaian yang rapi sebab pakaian itu besar sekali pengaruhnya terhadap seorang bawahan. Hal lain yang terkandung adalah sebelum seorang pemimpin mengatur orang lain, pemimpin haruslah bisa mengatur dirinya sendiri terlebih dahulu.
7.    Baruna Brata, Seorang pemimpin hendaknya mempunyai pandangan yang luas dan bijaksana didalam menyikapi semua permasalahan yang ada. Pemimpin mau mendengarkan suara hati atau pendapat anak buah dan bisa menyimpulkan secara baik, sehingga dengan demikian bawahan merasa puas dan taat serta mudah digerakkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Agni Brata, Seorang pemimpin haruslah mempunyai semangat yang berkobar-kobar laksana agni dan dapat pula mengobarkan semangat anak buah yang diarahkan untuk menyelesaikan segalapekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Selain itu, terdapat satu karakter lagi yaitu Dewi Pertiwi( ksamawan) yang melambang kan sabar, tabh menghadapi cobaan dan juga pemaaf. Agar karakter utama tersebut lebih jelas di pahami , Sri Rama lebih lanjut mengajar Wibisana dengan metode pengandaian. Wacananya di bahsakan sebagai berikut
“ hai Adinda wibisana, busanamu dan istanamu sesungguhnya adalah simbol  kepemimpinan mulia. Untaian kalung permata yang dinda pakai itu adalah simbol ajaran astabrata, kasih sayangmu kepada masyrakat adalah cincinmu, prilaku susila adalah anting-antingmu, keteguhan iman adalah permata astaginamu, kesetiaan adalah mutiaramu, kecerahan dan ketenangan adalah krowistamu , dan mahkotamu adalah pikiran yang suci. Untuk itu rajinlah bermeditasi, ucapkan nama Tuhan agar Dinda mendapat restu dan tuntun oleh kearifannya.”
            Jadi, dengan penjelasan diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa kepemimpinan dalam Hindu mengideologikan Dharma. Dharma yang menjadi pros kepemimpinan Hindu idialismenya di jabarkan ssebagai berikut, Kearifan dan keteguhan iman adalah hati seorang pemimpin, kecerdasan adalah otaknya, daya juang atau keperwiraan sebagai badannya, ketrampilan dan kesehatan adalah anggota badannya, kebajikan dan kelembutan adalah wajahnya, kemakmuran dan keindahan dan gairah hidup adalah sebagai hartanya. Dengan memiliki karakter mulia dan maka setiap pemimpin dapat menjalankan swadharmanya untuk mencapai kebahgiaan baik dirinya sendiri maupun orang lain.


                         

1 komentar: